Impian Swasembada Pangan Indonesia

Asa Ibnu Hazmy3 menit baca
Impian Swasembada Pangan Indonesia

Sumber: https://unsplash.com/ photo by Jason Cooper

Setelah beberapa saat melakukan penelitian tentang pertanian, saya banyak merenung tentang mengapa saya memiliki ketertarikan yang mendalam pada masalah pertanian di Indonesia. Sebagai orang Indonesia, kita selalu percaya bahwa kita memiliki berkah dari kekayaan alam kita. Kita bahkan menyebut tanah kita sebagai "Tanah Surga" dalam lagu Koes Plus yang populer. Saya bahkan tidak perlu memvalidasi keyakinan ini karena saya pikir semua orang merasakan hal yang sama, bukan?

Kutukan Sumber Daya

Namun, gagasan bahwa sumber daya alam kita adalah berkah mulai terasa kurang benar. Sepertinya kekayaan sumber daya alam yang kita miliki malah lebih terasa sebagai kutukan. Para ekonom bahkan memiliki konsep Kutukan Sumber Daya (Resource Curse) [1], dimana kekayaan sumber daya alam dapat menyebabkan beberapa masalah, seperti degradasi lingkungan dan ketimpangan sosial yang berujung pada stagnasi ekonomi. Walaupun secara pribadi saya tidak sepenuhnya mengamini kebenaran dari teori ini, Namun potentensi terjadinya degradasi lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang ekstraktif sepertinya sudah sangat marak di indonesia dan terlihat seperti tidak akan membaik dalam beberapa tahun kedepan.

Belajar dari Kesuksesan Masa Lalu

Jika kita melihat kembali sejarah kita, Indonesia pernah mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Pada saat itu presiden Soeharto meluncurkan beberapa inisiatif yang mendorong keberhasilan rencana swasembada pangan di Indonesia. Salah satu inisiatif yang saya rasa cukup berhasil adalah Bimbingan Massal (BIMAS) [2] yang mencakup:

  • Mendorong petani untuk mempelajari "ideologi" pertanian padi modern
  • Menawarkan skema kredit untuk membantu petani memperoleh penghasilan yang stabil
  • Memberikan bimbingan intensif

Bagian yang paling menarik dan sukses dari proyek BIMAS menurut saya adalah komponen pertama yang mendorong petani untuk mengadopsi "ideologi" pertanian modern. Ideologi ini, yang dikenal sebagai "pantja usaha" atau "lima usaha", mencakup pembelajaran tentang persiapan tanah yang baik, irigasi yang efektif, penggunaan varietas benih yang lebih baik, penerapan pupuk, dan penggunaan pestisida. Yang saya anggap menarik secara pribadi adalah bagaimana inisiatif ini mewakili langkah besar menuju modernisasi pertanian pada saat itu.

Jika kita membandingkan proyek Food Estate dengan apa yang telah kita capai di masa lalu, kita dapat melihat perbedaan yang kontras. Upaya pemerintah sekarang tampak terlalu terpusat dan kurang memiliki visi yang jelas tentang bagaimana pertanian di masa depan seharusnya. Secara sederhana, ada kekurangan penelitian, kolaborasi, dan pengetahuan yang memadai. Dalam upaya mempelajari proyek Food Estate ini, saya menemukan bahwa berbagai kementerian terlibat dalam kerjasama [3]. Namun, saya kesulitan menemukan laporan atau rencana rinci mengenai proyek ini, bahkan dari website kementerian pertanian kita.

Langkah ke Depan

Sebagai seseorang yang tertarik pada pertanian, masalah ini selalu ada di pikiran saya. Satu hal yang selalu mengganggu saya tentang masalah pertanian, dan mungkin banyak masalah lain di Indonesia, adalah kita terus menanyakan pertanyaan yang sama dan memberikan jawaban yang sama. Seolah-olah kita terjebak dalam lingkaran dan tidak menemukan solusi baru. Ketika dipikirkan, siapa yang tidak ingin swasembada, terutama dalam hal pangan? saya yakin semua orang sudah sepakat bahwa inilah yang kita inginkan bersama.

Dalam merumuskan cara untuk merevolusi pertanian, kita perlu mencari solusi yang relevan dengan konteks saat ini. Namun, ini lebih dari sekadar penerapan teknologi baru atau perubahan kebijakan; ini melibatkan kolaborasi antara individu yang memiliki tujuan bersama, dengan mengingat pelajaran dari masa lalu dan potensi masa depan. Bayangkan petani, ilmuwan, pejabat pemerintah, dan masyarakat umum bersatu padu. Sinergi ini dapat memunculkan ide-ide inovatif dan metode pertanian yang sesuai dengan keunikan Indonesia.

Referensi

[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Resource_curse

[2] Rieffel, A. (1969). The BIMAS Program for Self-Sufficiency in Rice Production. Indonesia, 8, 103–133. https://doi.org/10.2307/3350671

[3] https://fas.usda.gov/data/indonesia-if-first-you-dont-succeed-overview-indonesias-food-estate-project

Ingin tahu solusi pertanian Otani?

Temukan solusi Otani untuk pertanian Indonesia dengan memanfaatkan teknologi manajemen lahan berbasis satelit, IoT, dan AI.